Kebudayaan tercipta dari keragaman atau kompleksitas kebutuhan (needs) dari manusia itu sendiri. Ragamnya kebutuhan yang harus dipenuhi membuat manusia selalu berpikir dan mengekspresikannya kedalam berbagai wujud. Salah satu wujud kebudayaan manusia adalah tulisan. Tulisan merupakan media komunikasi yang dapat menghubungkan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya melalui metode baca tulis. Ada tulisan berarti ada media yang bisa dibaca. Agar bisa menulis dan membaca, maka sangat diperlukan untuk mengenali huruf.
Menurut Coulmas, pada awalnya tulisan diciptakan untuk mencatat firman-firman tuhan, karena itu tulisan disakralkan dan dirahasiakan. Namun dalam perjalanan waktu dengan berbagai kompleksitas kehidupan yang dihadapi oleh manusia, maka pemikiran manusia pun mengalami perkembangan demikian pula dengan tulisan yang dijadikan salah satu jalan keluar untuk memecahkan problem manusia secara umumnya. Seperti yang dikatakan oleh Coulmas “a king of social problem solving, and any writing system as the comman solution of a number of related problem” (1989:15)
Adapun manfaat diciptakannya tulisan adalah:
Adapun manfaat diciptakannya tulisan adalah:
- Sebagai alat untuk Pengingat
- Memperluas jarak komunikasi
- Sebagai sarana untuk meninggalkan pesan (Ilmu Pengetahuan) yang dapat dipelajari oleh generasi mendatang
- Sebagai Sistem Sosial Kontrol
- Sebagai Media Interaksi, dan
- Sebagai Fungsi estetik
Begitu juga kebudayaan yang ada di Indonesia, yang kaya akan budaya dan tentunya ada beberapa suku bangsa yang memiliki huruf tulisan berdasrkan budaya suku bangsa itu sendiri, seperti Budaya Jawa, Budaya Sunda, Budaya Bali, Budaya Batak, Budaya Rejang, Budaya Melayu, Budaya Bugis Dan Budaya Makassar.
Di sulawesi selatan ada 3 macam jenis huruf yang dikenal dan pernah dipakai secara bersamaan.
- Huruf Lontara
- Huruf Jangang-Jangang
- Huruf Serang
Dalam kebudayaan Bugis/Makassar, Lontara mempunyai dua pngertian yang terkandung di dalamnya
- Lontara sebagai sejarah dan ilmu pengetahuan
- Lontara sebagai tulisan
Kata lontara berasal dari Bahasa Bugis/Makassar yang berarti penulisan huruf di atas daun lontar, karena pada awalnya tulisan tersebut dituliskan di atas daun lontar. Daun lontar ini kira-kira memiliki lebar 1 cm sedangkan panjangnya tergantung dari cerita yang dituliskan. Tiap-tiap daun lontar disambungkan dengan memakai benang lalu digulung pada jepitan kayu, yang bentuknya mirip gulungan pita kaset. Cara membacanya dari kiri kekanan. Aksara lontara biasa juga disebut dengan aksara Sulapa Appa (sulapaq eppaq) yang artinya bersisi empat atau segi empat.
Karakter huruf Bugis/Makassar ini diambil dari Aksara Pallawa (Rekonstruksi aksara dunia yang dibuat oleh Kridalaksana)
Namun ada pendapat bahwa, Lontara adalah aksara tradisional masyarakat Bugis-Makassar. Bentuk aksara lontara menurut budayawan Prof Mattulada (alm) berasal dari "sulapa eppa wala suji". Wala suji berasal dari kata wala yang artinya pemisah/pagar/penjaga dan suji yang berarti putri. Wala Suji adalah sejenis pagar bambu dalam acara ritual yang berbentuk belah ketupat. Sulapa appa (empat sisi) adalah bentuk mistis kepercayaan Bugis-Makassar klasik yang menyimbolkan susunan semesta, api-air-angin-tanah. Huruf lontara ini pada umumnya dipakai untuk menulis tata aturan pemerintahan dan kemasyarakatan. Naskah ditulis pada daun lontar menggunakan lidi atau kalam yang terbuat dari ijuk kasar (kira-kira sebesar lidi).
Memang terdapat beberapa variant bentuk huruf bugis di Sulawesi Selatan, tetapi itu tidaklah berarti bahwa esensi dasar dari huruf bugis ini hilang, dan itu biasa dalam setiap aksara didunia ini. Hanya ada perubahan dan penambahan sedikit yang sama sekali tidak menyimpang dari bentuk dasar dari aksara tersebut. Variant itu disebabkan antara lain:
- Penyesuaian antara bahasa dan bunyian yang diwakilinya.
- Penyesuaian antara bentuk huruf dan sarana yang digunakan.
Budaya Bugis-Makassar merupakan budaya yang beruntung, karena ada bukti sejarah yang bisa disuguhkan ke generasi sekarang, yakni budaya tulisan yang dikenal dengan aksara lontara. Bagi yang ingin mengenal huruf-huruf lontara atau aksara lontara, bisa mengikuti contoh tulisan berikut:
k ka |
ki ki |
ku ku |
ek ke |
ko ko |
g ga |
gi gi |
gu gu |
eg ge |
go go |
G nga |
Gi ngi |
Gu ngu |
eG nge |
Go ngo |
K ngka |
Ki ngki |
Ku ngku |
eK ngke |
Ko ngko |
p pa |
pi pi |
pu pu |
ep pe |
po po |
b ba |
bi bi |
bu bu |
eb be |
bo bo |
m ma |
mi mi |
mu mu |
em me |
mo mo |
P mpa |
Pi mpi |
Pu mpu |
eP mpe |
Po mpo |
t ta |
ti ti |
tu tu |
et te |
to to |
d da |
di di |
du du |
ed de |
do do |
n na |
ni ni |
nu nu |
en ne |
no no |
R nra |
Ri nri |
Ru nru |
eR nre |
Ro nro |
c ca |
ci ci |
cu cu |
ec ce |
co co |
j ja |
ji ji |
ju ju |
ej je |
jo jo |
N nya |
Ni nyi |
Nu nyu |
eN nye |
No nyo |
C nca |
Ci nci |
Cu ncu |
eC nce |
co nco |
y ya |
yi yi |
yu yu |
ey ye |
yo yo |
r ra |
ri ri |
ru ru |
er re |
ro ro |
l la |
li li |
lu lu |
el le |
lo lo |
w wa |
wi wi |
wu wu |
ew we |
wo wo |
s sa |
si si |
su su |
es se |
so so |
a a |
ai i |
au u |
ea e |
ao o |
h ha |
hi hi |
hu hu |
eh he |
ho ho |
Aksara lontara ini, juga merekam nilai-nilai luhur (indigeneous knowledge) budaya Bugis-Makassar yang biasa disebut dengan pappasang (Makassar) atau paseng (Bugis) yang artinya 'pesan-pesan' berupa panngadakkang (Makassar) atau panngaderreng (Bugis) yang artinya "adat istiadat".
Aksara Bugis-Makassar digunakan mencatat manuskrip-manuskrip yang dikenal dengan sebutan aksara lontara. Aksara lontara merupakan lambang identitas daerah dan merupakan nilai luhur budaya Bugis-Makassar serta sebagai alat transformasi nilai-niai luhur yang sangat berharga. Aksara lontara adalah salah satu aset kekayaan budaya yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata budaya daerah. Selain itu, dapat menjadi aset dan sumber pengembangan budaya nasional.
Post a Comment
Arsipku >> Kebijakan Komentar
Gambaran seseorang terlihat dari cara dia berkomentar
Baca Kebijakan Berkomentar kami sebelum berkomentar.
Note: Only a member of this blog may post a comment.